Rakayatmerdeka.co – News Thailand jadi lautan hitam, Jumat (14/10). Beberapa orang yang mengantre naik kereta dalam kota memakai baju serba hitam. Walau sebenarnya diluar matahari tengah terik. Mereka memadati hampir setiap stasiun kereta menuju yang paling dekat Istana, tempat Raja Bhumibol Adulyadej disemayamkan.
Bhumibol wafat Kamis (13/10) sore. Thailand memutuskan waktu berkabung hingga 30 hari bahkan satu tahun. Bendera di turunkan 1/2 tiang. Beberapa orang juga diminta berbusana serba hitam.
Wajah Bhumibol ada di baliho-baliho di jalanan. Monitor tv di pusat transportasi umum juga statis memasang wajahnya, disertai tulisan-tulisan Thailand. Aplikasi global seperti Uber memasang sinyal bendera hitam. Kendaraan yang terdeteksi di monitor Uber bahkan seperti mobil jenazah, mengusung bendera berbentuk seperti ‘AIDS’, namun dalam warna hitam.
Walau duka menyelimuti Thailand, Negeri Gajah Putih itu tetap hidup. Mal-mal besar di pusat kota masih ramai. Orang-orang berbelanja seperti biasa. Cuma bedanya, kali ini berbusana serba hitam. Demikian juga di jalanan serta tempat-tempat umum lainnya.
Disamping itu, masyarakat Thailand yang berkumpul ke Istana membuat jalan raya di sekitaran tempat itu macet total. Mobil hampir tidak bergerak. Tuk tuk juga tidak tampak. Mereka yang datang berkelompok menyerah, memarkir mobil jauh dari lokasi serta pilih jalan bersama-sama, atau naik ojek motor.
Istana yang umumnya cuma di buka sampai jam empat sore hari itu molor hingga jam lima, bahkan lebih. Orang-orang menumpuk sambil memegang photo Bhumibol. Waktu mereka bubar, situasi lebih gila. Berjalan kaki, mereka memadati kawasan Khaosan. Gelombang manusia seolah tidak henti.
Berdasarkan pengamatan di lokasi, ada ribuan orang-tua, muda, pasangan kekasih, kawan sekolah, kawan kerja -yang bertebaran di ruangan itu. Hingga dua jam, lokasi belum juga ‘bersih’ dari masyarakat lokal berbusana hitam. Mereka seperti ombak hitam yang tengah bergulung serta mengempas di Khaosan Road.
Diantara mereka ada saja sebagian wajah asing. Ada yang turut menghormati masa duka dengan berbusana hitam, ada juga yang tetap cerah.
” Ini gila, orang tumpah-ruah. Saya tadi pagi ikut ke Istana, lihat orang-orang memberi penghormatan terakhir untuk rajanya, ” kata seseorang turis asal Perancis. Ia pertama ke Thailand. Warna busananya tidak ikut hitam lantaran tidak menganggap akan ada waktu berkabung nasional seperti sekarang ini.
Turis-turis lain yang berbusana sesuai ‘dress code’ berkata, ” Kami menghormati saat berkabung Thailand, meskipun tak ikut pemakaman Raja. ”
Sementara di antara turis asal Israel melihat gelombang orang-orang berbusana hitam itu sebagai sesuatu yang menakjubkan. ” Mengagumkan. Saya tak ikut ke Istana namun duduk di kafe ini serta menyaksikan mereka, sudah seperti sedang makan sambil mengikuti pemakaman sekalian, ” tutur pria yang sudah menghabiskan tiga minggu di Thailand itu.
Ia dapat mengerti mengapa warga Thailand berbondong-bondong ke Istana untuk rajanya yang sudah wafat. ” Untuk mereka ini seperti kehilangan ayah. Saya sendiri pernah rasakan demikian, waktu perdana menteri saya ditembak, ” katanya, mengungkit cerita lama Yatzhik Rabin yang wafat ditembak ekstremis Yahudi pada 1995.
Wafatnya Bhumibol memanglah jadi berita besar, bahkan juga untuk warga Thailand yang sedang tak di negaranya. Seorang warga Thailand yang tengah bekerja di Singapura misalnya, berkata ia ikut kehilangan serta menyesal tidak dapat ikut ke Istana.
” Raja yang ini sudah memerintah selama 70-an th.. Serta banyak hal baik terjadi di masanya, dia melakukan perbaikan banyak hal, ” kata seseorang pekerja tehnis untuk perusahaan Apple di Singapura, asal Thailand. Pada saat berkabung di negaranya, pria itu sedang harus tugas ke beberapa tempat lain.
Ia sudah pasti bukan satu-satunya warga lokal yang pilih melanjutkan aktivitas, tak turut ke Istana berbarengan orang-orang berbaju hitam yang lain. Itu termasuk juga mereka yang belanja di MBK dan ‘berkeliaran’ di pusat-pusat hiburan malam Khaosan.
Jalan yang sama dengan kawasan backpacker serta dipenuhi warga asing itu tak lantas mati seperti permintaan pemerintah. Hingga jam 10 malam lampu-lampu Khaosan tetaplah menyala. Bar-bar kecil di tepi jalan juga masih buka serta menawarkan alkohol. Penjualnya lokal. Tamu-tamu yang duduk umumnya warga asing. Canda tawa terdengar.
Memanglah, lokasi itu tak seramai biasanya. ” Ini termasuk sepi, namun masih banyak yang buka, ” kata di antara penjual minuman mengandung alkohol disana.
Demikian juga pasar malam akhir pekan yang populer : Chatuchak. Beberapa toko memang tutup. Namun ada banyak yang buka. Tawar-menawar masih berlangsung. Rolling door tetap di buka lebar. Berkarung-karung barang tetaplah diangkut. Sosis serta jajanan lain tetap digoreng. Pasar masih padat warga Thailand.
” Kami masih tetap buka kok, hingga jam satu malam, ” tutur satu diantara penjual baju, waktu di tanya bukankah ada masa berkabung yang mengharuskan kehidupan malam Thailand ‘tidur’ lebih awal.
Warga Thailand bahkan memadati salah satu kios baju yang menawarkan warna monokrom, hitam serta putih. Mereka perlu ‘stok’ banyak baju hitam untuk saat berkabung selama sebulan penuh.
Makin malam, situasi pasar makin ramai. Demikian halnya Khaosan. Namun jalan-jalan mulai lengang. Melalui tengah malam lampu juga dimatikan, temani Raja Bhumibol dalam istirahat panjangnya